Kemuliaan Penghafal Al-Qur’an – Dakwah merupakan salah satu bentuk komitmen muslim terhadap agamanya. Setiap muslim dan muslimat wajib mendakwahkan Islam, sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan masing-masing, sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas yang di miliki, baik kepada orang Islam maupun orang-orang yang tidak atau belum beragama Islam.

Tentang kewajiban berdakwah, Allah ﷺ berfirman sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 104: “Dan hendaklah ada di antara kamu, segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.”
Setiap muslim di perintahkan agar berusaha mengubah kemungkaran yang di ketahuinya. Kaum muslimin di perintahkan agar ada sekelompok muslim yang menekuni ajaran Islam secara khusus untuk di sampaikan dan di ajarkan kepada orang lain. Dan Al-Qur’an menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam dan berfungsi sebagai petunjuk atau pedoman bagi umat manusia dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Sebagaimana di sebutkan dalam Qs. Al-Isra ayat 9:
, إِنَّ هَٰذَا ٱلْقُرْءَانَ يَهْدِى لِلَّتِى هِىَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ ٱلْمُؤْمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعْمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”.
Tafsir Al-Wajiz menjelaskan bahwa Allah mengabarkan tentang kemuliaan dan keagungan Al-Quran, bahwasanya Al-Qur’an lebih adil dan mulia dalam aspek akidah, amal perbuatan, maupun akhlak. Barangsiapa yang meraih petunjuk dengan seruan ajaran Al-Qur’an, maka di alah manusia yang paling sempurna, paling lurus dan paling sarat dengan petunjuk dalam segala urusannya. Al-Qur’an juga memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal shalih, baik itu berupa kewajiban-kewajiban maupun perbuatan-perbuatan yang bersifat sunnah. Allah telah menyediakan bagi mereka di tempat kemuliaanNya (surga), yang tidak ada yang mengetahui karakteristiknya kecuali Allah. Adapun orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, maka Allah sediakan bagi mereka azab yang pedih. Al-Qur’an mengandung kabar gembira dan ancaman, serta cara-cara perolehan kabar gembira itu, yaitu (dengan cara) beriman dan beramal shalih, dan sebab-sebab yang memastikan (datangnya) ancaman yaitu (dengan melakukan) perkara yang berlawanan dengannya. [1]
Para Penghafal Al-Qur’an mempunyai modal yang sangat besar dalam berdakwah. Karena Al-Qur’an merupakan materi utama dalam berdakwah. Bagaimana seseorang bisa berdakwah jika tidak memahami Al-Qur’an?
Maka di sinilah keutamaannya para penghafal Al-Qur’an. Allah mengistimewakan Para penghafal Al-Qur’an karena melalui lisannya, melalui sikap dan perbuatannya, Allah pilih mereka sebagai penyeru kebaikan yang mengajak manusia dari lembah kegelapan menuju ketauhidan yang menjanjikan kebahagiaan dunia akhirat.
Para Penghafal Al-Qur’an Menjadi Motivator di Medan Peperangan
emuliaan Penghafal Al-Qur’an – Keutamaan-keutamaan menghafal Al-Qur’an ini tidak hanya terjadi di dalam sholat. Namun di medan perang pun para penghafal Al-Qur’an adalah orang-orang yang di pilih, orang-orang yang menjadi patokan untuk memotivasi pasukan umat islam saat menyebarkan agama Allah SWT.
Dalam perang Yamamah di tahun 11H/632 M, Pasukan Abu Bakar yang di pimpin oleh Khalid bin Walid melawan Pasukan Musailamah Alkadzab. Jumlah pasukan kaum muslimin sebanyak 13.000 sedangkan pasukan murtadin berjumlah 40.000 orang. Pada peperangan tersebut, terdapat jumlah korban yang banyak dari kedua belah pihak.
Perang ini memiliki cerita tersendiri bagi penghafal Alquran. Panglima pasukan, Khalid bin al-Walid radhiallahu ‘anhu, memberi mandat kepada pemegang bendera. Bendera tidak boleh jatuh dari tangan mereka kecuali karena mati. Dan jangan pula di ambil dari mereka kecuali sebelumnya ruh mereka telah di ambil. Apakah yang di lakukan oleh sahabat untuk memotivasi sahabat lain? Para shahabat saling memberikan wasiat di antara sesama mereka, dengan berteriak dan mengatakan, “Wahai para Penghapal surat Al-Baqarah, hari ini saatnya menjadi pahlawan.”
Abu Hudzaifah berkata, “Wahai penghapal Al-Quran, hiasilah Al-Quran dengan amal kalian.” Lalu ia terus maju ke tengah pasukan musuh hingga gugur.
Pada peperangan itu, Bendera Muhajirin dipanggul oleh Abdullah bin Hafsh bin Ghanim al-Qurasyi. Panji Muhajirin terus berkibar bersamanya hingga ia terbunuh. Kemudian di serahkan kepada Salim, maula Abi Hudzaifah radhiallahu ‘anhu. Salim mengatakan, “Aku tidak mengerti, mengapa kalian serahi aku bendera ini? Menurut kalian, apakah Penghafal Alquran akan teguh kokoh hingga wafat, sebagaimana pemegang sebelumnya?”
Orang-orang Muhajirin mengatakan, “Iya, lihat apa yang akan terjadi nanti? Apa engkau khawatir kami di timpa kekalahan karenamu?”
“Kalau seperti itu, maka aku adalah seburuk-buruk penghafal Alquran,” bantah Salim menepis keraguan kaumnya.
Salim terus memegang panji muhajirin. Dia tahu, hal ini adalah perjanjiannya dengan Allah dan kaum muslimin. Janji untuk tidak menyerah dan membiarkan bendera pupus terlepas. Salim genggam erat bendera dengan tangan kanannya, hingga tangan kanannya putus tertebas. Lalu pindah ke tangan kirinya, hingga mengalami nasib serupa. Kemudian ia apit hingga tersungkur, sampai akhirnya ruh berpisah dengan jasadnya. Salim pun menepati janjinya. Ia gugur sebagaimana penghafal Alquran, pemegang panji sebelumnya.
Di saat kritis, Salim bertanya bagaimana keadaan temannya (mantan tuannya), Abu Hudzaifah, “Apa yang terjadi pada Abu Hudzaifah?” Orang-orang menjawab, “Ia terbunuh (syahid)”. “Letakkan aku bersamanya,” Salim meminta di makamkan satu liang dengan mantan tuannya. Lalu keduanya di kumpulkan dalam satu makam. Keduanya syahid. Mereka berkumpul di perut bumi sebagaimana waktu menginjakkan kaki di atasnya. Mereka hidup bersama dan wafat bersama. Mereka bersama di saat hijrah dan bersama saat kemenangan tiba. Semoga Allah meridhai keduanya.
emuliaan Penghafal Al-Qur’an – Mengapa yang pertama di sifati oleh para sahabat adalah Al-Qur’an? “Wahai Para Penghafal surat Al-baqarah?” Demikian karena Al-Qur’an membentuk jiwa manusia menjadi sangat kuat. Ketika hafalan Al-Qur’an terhujam kuat di dada manusia, dan melekat erat di otak, maka manusia tersebut akan memiliki mental yang kuat dan tidak mudah menyerah. Selain itu akan mendatangkan juga berkah bantuan dari Allah ﷻ lantaran adanya para penghafal Al-Qur’an.
Alquran adalah panji Islam. Para penghafal Alquran adalah pemegang panjinya. Oleh karena itu, mereka di prioritaskan membawa panji Islam bahkan di tengah kecamuk perang. Pembawa Alquran adalah mereka yang membawanya dalam wujud ilmu dan amal. Mereka memuliakan diri dengan Alquran. Kemudian Islam memuliakan mereka. Dan Allah menjadikan mereka mulia.
Pada kisah tersebut dapat kita simpulkan bahwa para penghafal Al-Qur’an bukan saja memiliki jiwa yang kuat namun juga terkenal sangat pemberani di medan peperangan. Demikian karena mu’jizat Al-Qur’an yang sangat luar biasa pengaruhnya bagi seluruh alam.
JIKA INGIN MELIHAT ARTIKEL KAMI LAINNYA KLIK DI SINI