Lompat ke konten
Beranda » Fikih Ringkas Puasa Syawal

Fikih Ringkas Puasa Syawal

Fikih Ringkas Puasa Syawal – Mengawali khutbah kali ini, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jamaah sekalian agar kita senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah Ta’ala dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Karena kita itu semakin mulia dengan takwa.

Fikih Ringkas Puasa Syawal

Ayat yang patut jadi renungan saat ini adalah firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Siapakah orang yang paling mulia?” “Yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa di antara mereka”, jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang tersebut berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan”. “Manusia yang paling mulia adalah Yusuf, nabi Allah, anak dari Nabi Allah, anak dari nabi Allah, anak dari kekasih-Nya”, jawab beliau. Orang tersebut berkata lagi, “Bukan itu yang kami tanyakan”. “Apa dari keturunan Arab?”, tanya beliau. Mereka menjawab, “Iya betul”. Beliau bersabada,

فَخِيَارُكُمْ فِى الْجَاهِلِيَّةِ خِيَارُكُمْ فِى الإِسْلاَمِ إِذَا فَقِهُوا

Yang terbaik di antara kalian di masa jahiliah adalah yang terbaik dalam Islam jika dia itu fakih (paham agama).” (HR. Bukhari, no. 4689)

Yang bertakwa tentulah dari yang memahami agama. Semakin seseorang memahami agama, ketakwaannya akan semakin meningkat.

Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi mulia, suri tauladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, dan para sahabatnya.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Kali ini kita berada di bulan Syawal. Bulan kesepuluh dari bulan hijriyah. Mudah-mudahan di bulan ini, kita meneruskan lagi ibadah kita di bulan Ramadhan.

Mudah-mudahan shalat lima waktu terus jalan.

Mudah-mudahan shalat berjamaah ke masjid semakin dijaga.

Mudah-mudahan kesibukan dunia tidak melalaikan kita dari shalat sunnah dan puasa sunnah.

Mudah-mudahan tilawah Al-Qur’an dengan membaca surah Al-Kahfi di hari Jumat dan khatam Al-Qur’an tetap jadi target bakda Ramadhan.

Kali ini pun khatib mengingatkan pada suatu amalan yang bisa dikerjakan untuk semakin menyempurnakan ibadah puasa Ramadhan yaitu puasa enam hari di bulan Syawal.

Dari Abu Ayyub Al-Anshary radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Siapa yang melakukan puasa Ramadhan lantas ia ikutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka itu seperti berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164).

Imam Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa dalil ini adalah dalil yang sahih dan tegas (sharih). Beliau mengatakan bahwa ini dijadikan dalil dalam madzhab Syafii, Ahmad, dan Daud serta yang sejalan dengan mereka tentang disunnahkannya puasa enam hari di bulan Syawal. Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8:51.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Ada dua hal yang ingin disampaikan terkait puasa Syawal yang pertama mengenai fikih ringkas puasa syawal, lalu mengenai pelajaran penting dari puasa Syawal.

Fikih ringkas puasa Syawal

  1. Hukum puasa Syawal itu sunnah, bukan wajib.
  2. Lebih afdhal melakukan puasa Syawal langsung setelah Idulfitri agar lebih cepat tertunaikan dan tidak ada penghalang yang akan menghalangi belakangan.
  3. Lebih afdhal melakukan puasa Syawal berturut-turut.
  4. Puasa Syawal boleh dilakukan secara terpisah (tidak berturut-turut) dan boleh tidak di awal Syawal.
  5. Puasa Ramadhan diikutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan puasa setahun penuh.
  6. Boleh melaksanakan puasa Syawal di akhirnya, yang penting masih di bulan Syawal.
  7. Terkhusus yang luput dari puasa Ramadhan dan ia melakukan puasa Syawal, maka ia tidak mendapatkan pahala puasa setahun seperti yang disebut dalam hadits. Untuk keadaan seperti ini disarankan untuk menyempurnakan puasa Ramadhan dahulu dengan membayar qadha’ puasa lalu melaksanakan puasa Syawal.

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah,

Pelajaran dari puasa Syawal

1.  Puasa Syawal akan menggenapkan ganjaran berpuasa setahun penuh

Dalam hadits yang sudah disebutkan sebelumya,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (HR. Muslim, no. 1164).

Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan).  (Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8:56).

2. Puasa Syawal seperti halnya shalat sunnah rawatib yang dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib

3. Melakukan puasa Syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan

Jika Allah Subhanahu wa Ta’ala menerima amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan saleh selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Allah akan tunjuki untuk melakukan amalan saleh lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal. Lihat Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 388.

JIKA INGIN MELIHAT ARTIKEL KAMI LAINNYA KLIK DI SINI