Penjelasan maksud dari Imam Al-Muzani
Arsy Allah, Makhluk Paling Tinggi dan Paling Besar – Syaikh Dr. Muhammad bin ‘Umar Salim Bazmul—semoga Allah senantiasa menjaga beliau–menjelaskan maksud perkataan Imam Al-Muzani dalam Syarh As-Sunnah di atas:

“Allah itu menetap tinggi di atas ‘Arsy-Nya, di atas langit. Makna istiwa’ adalah al-‘uluw wa al-irtifaa’, yaitu tinggi. Maka Allah itu tinggi di atas ‘Arsy-Nya. Ketinggian Allah ada secara mutlak dengan dzat-Nya dan sifat-Nya.
Allah itu bukanlah berada dalam makhluk. Makhluk juga bukan berada di dalam Allah. Allah itu bukan di bawah makhluk, bukan di kanan atau kirinya. Allah itu Mahatinggi di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluknya.
Pernyataan Al-Muzani “Allah itu ada, bukan suatu yang tidak ada, bukan suatu yang hilang” adalah sekadar pemberitaan dan itu dibolehkan. Lafazh pemberitaan seperti ini tidak diharuskan tawfiqiyyah (harus memakai dalil). Boleh memberitakan Allah secara makna seperti ini, walaupun tidak membawa lafazh yang ada dalam dalil. Para ulama menyatakan,
إِنَّ بَابَ الخَبَرِ عَنِ اللهِ تَعَالَى أَوْسَعُ
“Memberitakan tentang Allah itu lebih longgar.”
Maka dalam menceritakan tentang Allah, bisa dengan apa yang Allah sebutkan, bisa pula dengan apa yang disebutkan oleh Rasul-Nya, bisa pula dengan menceritakan tanpa ada dalil akan tetapi maknanya benar.” (Iidhah Syarh As-Sunnah li Al-Muzani, hlm. 68)
Allah istiwa’ di atas ‘Arsy
Dalil yang menunjukkan Allah itu istiwa’ di atas ‘Arsy adalah firman Allah,
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰلَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَىٰ
“(Yaitu) Allah Yang Maha Pemurah. Yang istiwa’ di atas ‘Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.” (QS. Thaha: 5-6)
Apa itu makna istiwa’?
Makna istiwa’ sebagaimana dijelaskan oleh Abul ‘Aliyah dan Mujahid yang dinukil oleh Imam Al-Bukhari dalam kitab sahihnya:
قَالَ أَبُو الْعَالِيَةِ ( اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ ) ارْتَفَعَ
Abul ‘Aliyah mengatakan bahwa maksud dari ‘istiwa’ di atas langit’ adalah irtafa’a (naik).
. وَقَالَ مُجَاهِدٌ ( اسْتَوَى ) عَلاَ عَلَى الْعَرْشِ
Mujahid mengatakan mengenai istiwa’ adalah ‘alaa (menetap tinggi) di atas ‘Arsy.
Abu Bakr Al-Khollal mengatakan, telah mengabarkan kepada kami Al-Maruzi. Beliau katakan, telah mengabarkan pada kami Muhammad bin Shobah An-Naisaburi. Beliau katakan, telah mengabarkan pada kami Abu Daud Al-Khonaf Sulaiman bin Daud. Beliau katakana, Ishaq bin Rohuwyah berkata, “Allah Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“Allah menetap tinggi di atas ‘Arsy”. Para ulama sepakat (berijmak) bahwa Allah berada di atas ‘Arsy dan beristiwa’ (menetap tinggi) di atas-Nya. Namun Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi di bawah-Nya, sampai di bawah lapis bumi yang ketujuh.
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah ketika membawakan perkataan Ishaq di atas, beliau rahimahullah mengatakan, “Dengarkanlah perkataan Imam yang satu ini. Lihatlah bagaimana beliau menukil adanya ijmak (kesepakatan ulama) mengenai masalah ini. Sebagaimana pula ijmak ini dinukil oleh Qutaibah di masanya.” Lihat Al-‘Uluw li Al-‘Aliy Al-Ghaffar, hlm. 179. Lihat Mukhtashar Al-‘Uluw, hlm. 194.
Imam Syafi’i berkata, “Perkataan dalam As-Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik, dan selainnya: ‘Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan lainnya. Lihat Itsbat Shifat Al-‘Uluw, hlm. 123-124.
Diriwayatkan dari Yusuf bin Musa Al-Ghadadiy, beliau berkata, Imam Ahmad bin Hambal pernah ditanyakan, “Apakah Allah ‘azza wa jalla berada di atas langit ketujuh, di atas ‘Arsy-Nya, terpisah dari makhluk-Nya, sedangkan kemampuan dan ilmu-Nya di setiap tempat (di mana-mana)?” Imam Ahmad pun menjawab
JIKA INGIN MELIHAT ARTIKEL KAMI LAINNYA KLIK DI SINI