
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Masjid Saka Tunggal adalah masjid yang terletak di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah atau sekitar 30 kilometer arah barat daya Purwokerto. Masjid ini dipercaya merupakan masjid tertua yang ada di Indonesia, bahkan masjid ini ada sebelum adanya Wali Sanga. Masjid ini dibangun pada tahun 1288 H (1871 M) seperti yang tertulis pada Saka Guru (Tiang Utama) masjid ini. Tahun pembuatan masjid ini lebih jelas tertulis pada kitab-kitab yang ditinggalkan pendiri masjid ini, yaitu Kyai Mustolih. Namun, kitab-kitab tersebut telah hilang bertahun-tahun yang lalu.[1]

Sebagaimana tertulis dalam papan peringatan di sekitar masjid, tertulis bahwa, Masjid Saka Tunggal Baitussalam, Desa Cikakak, Kabupaten Banyumas merupakan Benda Cagar Budaya/Situs dengan nomor 11-02/Bas/51/TB/04 dan dilindungi undang undang RI No. 5 tahun 1992 dan PP nomor 10 tahun 1993.
Dengan usianya yang sudah mencapai 733 tahun, masjid ini berdiri di masa Kerajaan Singasari. Sejarahnya terkait dengan tokoh penyebar Islam di Cikakak yaitu Mbah Mustolih yang hidup dalam Kesultanan Mataram Kuno.

Asal-usul nama Masjid Saka Tunggal Dinamakan Masjid “Saka Tunggal” karena masjid ini hanya memiliki satu saka atau tiang penyangga sebagai kolom struktur setinggi 5 meter. Tiang penyangga itu dipenuhi ukiran bunga dan tanaman, sertia dilindungi kaca. Saka tunggal disebut sebagai simbol dari ajaran tauhid atau monoteisme. “Filosofi saka tunggal adalah manunggalnya manusia dengan Sang Pencipta. Manusia menghormati Sang Pencipta yang menciptakan manusia untuk berbuat hal-hal baik,” kata mantan juru kunci Masjid Saka Tunggal.

Pada ujung saka, terdapat empat sayap kayu yang disebut empat kiblat lima pancer, yaitu menunjuk empat arah mata angin dan satu pusat menunjuk ke atas. Menurut Subagyo, ini berarti manusia harus memiliki pedoman dalam menjalani kehidupan. Masjid Saka Tunggal berukuran 15×17 meter, dan terletak 300 meter dari permukiman terdekat serta menjadi pusat kegiatan sosial warga setempat. Masjid yang berada di kaki bukit Cikakak ini menyimpan cerita, sejarah, dan mitos terkait kehidupan penganut Islam Aboge.

Di tiang utama ini terdapat angka arab yang menunjukkan angka 1228. Dengan demikian, masjid ini dipercaya masyarakat setempat sebagai masjid tertua di Indonesia. Data Dinas Kebudayaan Banyumas mencatat bahwa angka 1228 merujuk pada angka 1228 H atau 1572 M dimana pada tahun ini masjid pernah direnovasi tanpa mengubah arsitektur aslinya dan mempertahankan beberapa benda aslinya seperti saka tunggal di tengah masjid,

Komunitas Aboge Komunitas Islam Aboge melaksanakan berbagai ritual keagamaan dengan dasar kepercayaan kepada para leluhur. Beberapa kegiatan yang kental nuansa akulturasinya dengan budaya lokal adalah selamatan, tahlilan (pembacaan tahlil), dan puji-pujian kepada Rasulullah SAW. Harian Kompas, 2 Mei 2021 mencatat, sedikitnya ada 500 penduduk yang tinggal di sekitar masjid. Mereka diyakini merupakan keturunan atau anak cucu dari Mbah Mustolih. Keunikan lain dari masjid ini adalah keberadaan monyet-monyet ekor panjang yang diyakini warga setempat sebagai penjelamaan santri-santri dari Mbah Mustolih yang nakal. Bahkan, pemerintah setempat pernah mengelar festival Rewandha Bojana. Festival itu diadakan untuk memberikan makanan kepada monyet-monyet ekor panjang di sekitar masjid dan lingkungan perbukitan sekitar.
