Lompat ke konten
Beranda » PRINSIP KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF

PRINSIP KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF

SARANA MELATIH JIWA KEPIMPINAN SEJAK DINI DENGAN MELATIH SANTRI TAMPIL DI PANGGUNG TAHFIDZ ANAK USIA DINI FIKRUL AKBAR

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا۟ ۖ وَكَانُوا۟ بِـَٔايَٰتِنَا يُوقِنُونَ

Artinya: Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.

Pelajaran Mendalam Berkaitan Surat As-Sajdah Ayat 24

“Dan Kami jadikan dari mereka itu,” maksudnya, di antara Bani Israil itu, “pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami,” maksudnya, ulama-ulama yang menguasai ilmu syariat dan cara-cara memberi hidayah, mereka mendapat petunjuk pada diri mereka sendiri lalu memberi petunjuk kepada selain mereka dengan petunjuk itu.

Al-Kitab yang diturunkan kepada mereka adalah petunjuk orang-orang yang beriman kepadanya, dan mereka terbagi menjadi dua:

(1)Para pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Allah,

(2) dan para pengikut yang berpedoman kepada mereka .

Golongan yang pertama tentu lebih tinggi derajatnya, setelah derajat kenabian dan kerasulan. Ia adalah derajat orang-orang shiddiqin. Sebenarnya mereka meraih derajat tersebut adalah “ketika mereka sabar” dalam belajar dan mengajar, dalam berdakwah kepada Allah dan terhadap cobaan di jalanNya. Dan mereka menahan nafsu (diri) mereka dari rongrongannya untuk berbuat maksiat dan kecenderungannya kepada kesenangan-kesenangan nafsu“dan mereka meyakini ayat-ayat Kami,”

maksudnya, mereka dalam keimanan telah mencapai (dengan ayat-ayat Allah), kepada derajat yakin, yaitu ilmu yang sempurna yang membuahkan amal. Sesungguhnya mereka bisa mencapai derajat yakin adalah karena mereka belajar secara benar-benar dan mereka mengambil permasalahan-permasalahan dari dalil-dalilnya yang menghasilkan keyakinan.

Mereka pun terus mempelajari permasalahan-permasalahan dan mereka berargumen untutknya dengan banyak dalil hingga mereka mencapai kepadanya. Maka dengan sabar dan yakin akhirnya mereka meraih kepemimpinan dalam agama.📚 Tafsir as-Sa’di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pakar tafsir abad 14 H

MENJADI IMAM SHOLAT BERJAMAAH MEMUPUK SIFAT KEPEMPINAN SUNAH ROSUL TERCINTA DI MABIT TAUD FIKRUL AKBAR

Kepemimpinan yang efektif
Shamsi Ali*

Dalam perjalanan saya baru-baru ini dari Missouri ke New York, tanpa sengaja saya membaca majalah AA (American Airlines) yang tersimpan di counter bandara. Saya memang selalu mencari bacaan ringan ketika dalam perjalanan. Baik itu dari majalah-majalah gratis atau sekalian membeli di toko buku bandara. Seringkali buku-buku yang baru terbit lebih duluan terpajang di bandara-bandara sebagai promosi.

Yang menarik perhatian saya di majalah AA tadi adalah sebuah tulisan yang berjudul 10 prinsip kepemimpinan yang efektif (10 principles of an effective leadership). Tentu saja saya baca secara seksama, bahkan sengaja membawa majalah gratis itu pulang ke rumah.

Saya kemudian mencatat kesepuluh prinsip-prinsip dasar kepemimpinan itu dan memberikan catatan-catatan dari perspektif Islam. Dan pastinya kepemimpinan dalam perspektif Islam tidak lain adalah kepemimpinan Rasulullah SAW yang seharusnya menjadi tauladan bagi pemimpin yang mengaku pengikut baginda Rasul SAW.

Kesepuluh prinsip kepemimpinan yang disampaikan di majalah tersebut adalah:

Satu, berkarakter kejujuran yang tinggi (honesty).
Dua, memiliki kemampuan mendelegasikan (Ability to delegate),
Tiga, memiliki kemampuan komunikasi yang mumpuni (Communication skill).
Empat, memiliki rasa humor (Sense of humor),
Lima, memiliki percaya diri (self esteem),
Enam, memiliki komitmen yang solid (solid commitment),
Tujuh, memiliki Karakter positif (Positive attitude),
Delapan, memiliki daya kreatifitas yang inovatif (innovative Creativity)
Sembilan, mampu menginspirasi
(Ability to inspire),
Sepuluh, memiliki intuisi yang kuat (Intuition).

MEWISUDA TAHFIZ ANAK USIA DINI /TAUD FIKRUL AKBAR KE -1 BAGIAN BEKAL UPAYA MERINTIS KEPEMIMPINAN UMMAT

Saya tidak bermaksud merincikan satu per satu dari prinsip kepemimpinan efektif di atas. Karena semuanya terangkum dalam prinsip kepemimpinan yang lebih populer dengan prinsip kepemimpinan Rasulullah; Shidiq, amanah, TabLig dan fathonah.

Justeru yang ingin saya ingin merekevansikan prinsip-prinsip tersebut dengan tiga prinsip kepemimpinan yang tersimpulkan dalam Kalam Samawi di Surah As-Sajadah ayat 24:
‎وَ  جَعَلْنَا  مِنْهُمْ  اَئِمَّةً  يَّهْدُوْنَ  بِاَ مْرِنَا  لَمَّا  صَبَرُوْا   ۗ وَكَا نُوْا  بِاٰ يٰتِنَا  يُوْقِنُوْنَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami selama mereka sabar. Mereka meyakini ayat-ayat Kami.”

Singkatnya ada tiga kesimpulan penting dari prinsip kepemimpinan menurut ayat itu:

Pertama, “yahduuna bi amrina” (memberikan petunjuk dengan perintah Kami (Allah). Makna dari potongan ayat ini adalah bahwa dalam konteks negara yang beragama (ketuhanan) Pemimpin ideal itu adalah yang paham petunjuk Allah, sehingga mampu memberikan perintah, instruksi, atau kebijakan umum “bi amrina” (dengan atau sesuai perintah/ajaran Allah SWT). Ketika Pemimpin itu tidak paham ajaran Allah, atau tidak peduli dengan ajaranNya. Lebih runyam lagi kalau memang seorang pemimpin itu adalah seseorang yang anti atau phobia dengan ajaran Allah SWT. Pastinya akan melahirkan tidak saja kegagalan negara. Tapi akan membawa kepada kehancurannya.

Kedua, “lamma shobaru” (seraya bersabar). Ayat ini menyampaikan bahwa memimpin dengan landasan ajaran Allah (ketuhanan), termasuk dalam bentuk kebijkakan-kebijakan (policy) yang sesuai perintah Allah itu tidak mudah. Akan penuh tantangan dan pastinya memerlukan “mental yang solid”. Sabar itu adalah “a state of mentality” (keadaan mental) yang membaja di hadapan tantangan dan/atau sebaliknya godaan. Pemimpin yang sabar tidak mudah patah semangat karena tantangan yang ada. Tapi juga tidak mudah terjatuh ke dalam jebakan godaan.

Ketiga, “bi ayaatina yuuqinun” (yakin dengan ayatKu/tanda-tanda kekuasanKu). Keyakinan itu menghasilkan soliditas hati. Kekuatan hati itu yang melahirkan “self confidence” atau “self esteem” (percaya diri) yang tinggi. Pemimpin yang diharapkan dalam pandangan Islam adalah yang tidak mudah diintimidasi oleh siapapun dan oleh keadaan apapun. Dia pada dirinya dan tidak sekedar mengimitasi bahkan pada siapapun yang dianggap bagus. Apalagi kalau mencontoh itu hanya karena dorongan “dukungan politik” yang tidak memberikan dampak pada negara dan masyarakat. Lebih runyam lagi ketika kecenderungan mengekor itu disebabkan oleh ketakutan (kriminalisasi) akibat kesalahan masa lalu. Pemimpin Islam itu punya “izzah” (rasa mulia) dan tidak minder di hadapan kekuatan apapun.

Merujuk kepada sepuluh prinsip kepemimpin tadi yang tersimpulkan secara gamblang dalam ayat Al-Quran itu, tentu implikasi teknis dan praktisnya ada pada wawasan yang luas (broaden mindset), intergritas yang tinggi (punya Karakter dan akhlak), serta kapasitas/kapabikitas yang mumpuni, termasuk inovatif, kreatif serta memiliki kemampuan komunikasi yang tinggi.

Di tengah memanasnya temperatur politik saat ini, diperlukan kemampuan untuk cooling down, berpikir matang dan rasional, menjauh dari tendensi kepentingan sempit dan sesaat. Dan yang terpenting: istafti qalbak (tanya hatimu)!

NYC Subway, 14 Agustus 2023

BERLATIH MENJADI IMAM SHOLAT BERJAMAAH DI MABIT TAHFIZ ANAK USIA DINI FIKRUL AKBAR, SARANA BEKAL MEMIMPIN UMMAT